Langsung ke konten utama

Pendekar Gunung Rinjani

Pena Rinjani - Seolah tak kenal kata lelah, puluhan Porter Gunung Rinjani tersebut berjalan naik-turun sepanjang 10.5 km dari Sembalun menuju Danau Segara Anak Gunung Rinjani,  Lombok Timur, NTB.
Tiga Porter saat sedang muncak sembari memikul keranjang berisi makanan, perlengkapan memasak dan perlengkapan tidur para pendaki Gunung Rinjani mancanegara.

Tak hanya jarak yang jauh, namun mereka harus memikul barang-barang tamu / pengunjung Gunung Rinjani dengan berat 50 - 80 kg. Sementara jalan licin, berdebu dan terjal yang kapan saja bisa merenggut nyawa mereka, tak mampu menyurutkan semangat yang dimiliki. Jadi tak berlebihan jika kita memberi mereka julukan sebagai “Pendekar” Gunug Rinjani.

Mendapat upah sebanyak 175.000 / hari, puluhan pendekar Gunung Rinjani tersebut beraksi menapaki gunung dengan ketinggian 3726 mdpl itu.

Salah satu porter, Doris (nama julukan) saat diwawancara Pena Rinjani, Senin (11/7/2016) lalu, mengatakan, dalam sebulan ia bisa naik membawa barang tamu sebanyak 3 hingga 4 kali. Urat-urat besar yang melilit di betisnya menunjukkan kerja keras. Itu semua ia lakukan untuk membuat dapur di rumahnya tetap berasap. Tak jarang kata lelah sempat ingin ia lontarkan, namun itu semua dibendung oleh bayangan senyum anak-anaknya. (Met)

Postingan populer dari blog ini

Kaki Neraka Di Sudut Kamar

Desember 2013   Sebaris kenangan tersimpan dalam ruang penuh sesak Sentuhan lembut melahirkan sejarah, mengancam mimpi-mimpi indah Suara tangis menjadi hiburan dalam waktu Rasa malu berlahan musnah tak berjejak Kini, seluruh nyanyian terdengar sumbang Sempurna, sebuah penyesalan menjanjikan neraka di akhir cerita “hahahaha……” Suara tawa hanya tergores dalam kertas tak berwarna   Met

Menimbang Rasa

Kisah lamamu menjadi nanah dalam jiwaku. Memori yang coba kau putar kembali, seolah menjadi luka dalam yang tak mungkin terobati dan sampai kapan pun senantiasa membekas lara. Masa depan seolah tertutup kabut masa lalu. Hingga dengan bangga dan bahagia kau sebut ia pemekar lalumu. Aku tak kan pernah lupa hari itu. Apalagi pemancing-pemancing handal terus mengulur benang dan memasang umpan. Kelak entah kapan. Saat jiwa - jiwa sadarmu menunjuk jalan. Di saat hati ini menempatkan pemilik baru. Saat itulah kau akan sadar bagaimana rasanya menjadi masa depan yang terabaikan. Kalimat parauku bukanlah sekelumit do'a, melainkan sebuah jalan tengah ketika kau ingin bahagiamu tak lagi kulengkapi. Oleh : Mar'atun Solihah

NW Ayo Bersatu