Potret Danau Segara Anak dan Gunung Baru Jari dari Puncak Rinjani 3.726 Mdpl |
Untuk mendaki Gunung Rinjani bisa ditempuh melalui tiga
jalur, yakni jalur Senaru, Torean dan jalur Sembalun. Ketiga jalur tersebut
sama-sama menantang, indah dan mempunyai keunikan tersendiri. Bagi anda yang ingin langsung ke Puncak, anda bisa
menempuh jalur Sembalun. Namun perjalanannya sedikit panjang dan panas. Tapi
jika anda ingin terlebih dahulu menuju Segara Anak anda bisa menempuh jalur
Senaru dan Torean. Rute tersebut lebih dekat dengan Segara Anak. Jalur senaru
tanjakannya tanpa jeda, namun lebih teduh karena anda akan melewati hutan.
Sedangkan pada jalur Torean perjalanannya tidak begitu menantang. Jalur ini
biasa dilewati oleh pengunjung dengan usia renta dan anak-anak. Dan
tim Pena Rinjani berhasil
menaklukan jalur Sembalun.
Yang perlu kita ketahui, sebelum mendaki
ada beberapa hal yang wajib dipersiapkan.
Pertama, tenda, sleeping bag, jaket tebal, kaos tangan dan kaos kaki, sepatu, penutup kepala serta
selimut dan sejenisnya. Semua itu disiapkan untuk melindungi tubuh dari terpaan
angin Gunung Rinjani yang dikenal
sangat dingin. Kedua, obat-obatan, bekal makanan yang terdiri dari beras, lauk
atau mi instan, alat memasak,
air minum, snack, dan makanan ringan lainnya. Itu dibawa dengan jumlah yang
banyak tergantung berapa lama kita akan menginap.
Namun kami sarankan jangan membawa barang berlebihan, sebab itu akan
menyulitkan anda di perjalanan.
Penting juga, jika
anda ingin menapaki kaki di Gunung Rinjani, jangan pernah berpikir untuk pergi
sendirian. Jika pergi usahakan
berkelompok. Sebab akan sangat sulit jika kita mendaki sendirian, karena di
perjalanan atau di lokasi berkemah kita pasti saling membutuhkan.
Beberapa waktu yang lalu
menjadi salah satu momen penting dalam perjalanan
traveling kami. Sekitar pukul 8.00 wita kami pun tiba di Sembalun, tepatnya di
Bawak Nao yang menjadi pintu gerbang menuju wisata yang selalu didambakan oleh
pencinta wisata extrim itu. Namun sebelumnya, kami harus membeli tiket masuk
seharga Rp 5000 per malam di pos Taman
Nasional Gunung Rinjani (TNGR). Dengan membeli tiket,
berarti kita sudah
terdaftar sebagai pendaki resmi. Dan segala resiko perjalanan / kecelakaan akan di urus oleh petugas TNGR. Itu juga masuk dalam kas daerah.
Sebelum memulai perjalanan tim doa bersama agar diberi
keselamatan di perjalanan hinga kembali. Berdoa selesai, dengan rasa penasaran dan tegang, kami pun
memulai perjalanan. Cuaca kaki Gunung Rinjani kala itu cukup panas. Namun udara
dingin seolah menaungi
kami. Perjalanan kami baru sampai sekitar 800
meter, pemandangan serta udara
segar mulai disuguhkan alam.
Hutan teduh seolah menyambut kami
dengan gembira. Di sini kita dapat istirahat sejenak sebelum menlanjutkan perjalanan. Usahakan
jangan tergesa-gesa, berjalan santai tapi pasti agar tenaga anda tetap setabil.
Maklum, dari
Sembalun hingga Segara Anak perjalanannya mencapai 10.5 km. Cukup jauh
bukan? Tapi itu akan terasa dekat dengan suguhan alam mempesona sepanjang jalan.
Hutan rindang nan hijau itu pun kami
lalui, hingga langkah kaki
mulai memasuki suasana jalan
baru. Di depan mata terhampar
padang ilalang nan hijau. Jalur pun mulai sedikit menanjak. Berlahan tenaga mulai dikuras. Air yang
tadinya di dalam keril/tas mulai di keluarkan untuk membasahi kerongkongan yang
mulai mengering. Tapi perjalanan tim
harus tetap dilanjutkan.
Tim kami terdiri dari 7 orang, dimana satu orang tidak membawa beban sama sekali. Hal itu sengaja kami lakukan sebagai antisipasi, apabila nantinya teman yang lain sudah tidak kuat lagi menopang beban yang dibawa.
Dan benar saja,
perjalanan baru sampai 1 km, satu teman kami mulai
keram. Kami pun berhenti sejenak untuk
mengobatinya. Keril
dengan berat 30 kg yang duduk di punggungnya itu pun harus pindah tangan pada
teman kami yang telah kami persiapkan tadi. Tak sampai 3 menit, perjalanan kami
lanjutkan kembali meskipun
setiap 20 meter kami harus beristirahat. Namun udara dingin dan pemandangan menawan seolah menjadi penawar
bagi tubuh yang sudah mulai lelah.
Hal yang sama dirasakan oleh pendaki lainnya. Ingat, dalam perjalanan jangan saling meninggalkan!
“Waduh, perjalanannya sangat berat mas,” kata Iswanto, asal Surabaya, saat ia menghampiri tim kami untuk beristirahat.
Tim kami terdiri dari 7 orang, dimana satu orang tidak membawa beban sama sekali. Hal itu sengaja kami lakukan sebagai antisipasi, apabila nantinya teman yang lain sudah tidak kuat lagi menopang beban yang dibawa.
Beberapa Porter saat memikul barang-barang tamu mendaki Gunung Rinjani |
“Waduh, perjalanannya sangat berat mas,” kata Iswanto, asal Surabaya, saat ia menghampiri tim kami untuk beristirahat.
Iswanto datang bersama istri dan kedtiga
anaknya. Dua anaknya berusia
sekitar 8 dan
10 tahun. Yang menarik, satu anak bungsunya yang baru berusia 3 tahun juga ia bawa mendaki.
Tentunya, Iswanto yang berprofesi
sebagai TNI itu mendaki dengan
menggendong si kecil. Bukan tanpa alasan, ketiga
anaknya dibawa untuk memperkenalkan mereka pada alam.
“Ini juga kali ketiganya saya mendaki Rinjani, tapi bedanya kali ini bersama keluarga” tuturnya sambil menghapus keringat.
“Ini juga kali ketiganya saya mendaki Rinjani, tapi bedanya kali ini bersama keluarga” tuturnya sambil menghapus keringat.
Karena lumayan lama beristirahat, kami
pun meninggalkan keluarga bahagia itu. Perjalanan terus menguras tenaga. Dan
pada akhirnya kami sampai di Pos pertama
dengan ketinggian 1.523 Mdpl. Perjalanan dari
Sembalun hingga ke Rinjani terdapat tiga Pos. Setiap posnya berjarak sekitar 2
sampai 3 km dan terdapat beberapa bangunan
losmen tempat beristirahat.
Di pos pertama kita dapat beristirahat dengan nyaman sambil memakan makanan ringan yang kita bawa. Lumayan untuk menambah tenaga pada perjalanan selanjutnya. Di pos pertama juga kita dapat bercengkrama dengan pendaki lainnya. Tidak ada rasa sungkan antara pendaki, suasana cair dan sesekali saling bertukar makanan dan minuman. Asik bukan?
Di pos pertama kita dapat beristirahat dengan nyaman sambil memakan makanan ringan yang kita bawa. Lumayan untuk menambah tenaga pada perjalanan selanjutnya. Di pos pertama juga kita dapat bercengkrama dengan pendaki lainnya. Tidak ada rasa sungkan antara pendaki, suasana cair dan sesekali saling bertukar makanan dan minuman. Asik bukan?
Tenaga sudah pulih, Tim Pena Rinjani
pun kembali melanjutkan perjalanan. Kali ini jalur yang ditawarkan lebih menantang dari
sebelumnya. Namun masih dengan pemandangan yang tak jauh berbeda, hanya saja
puncak Rinjani semakin terlihat jelas. Udara semakin dingin dan
menggerogoti tubuh yang mulai lesu. Namun itu bisa kita atasi dengan membuat
lelucon besama teman pendaki lainnya. Di perjalanan ada yang bercerita lucu,
ada juga yang bercerita sedih. Namun cerita lucu dan sedih tetap membuat kami
tertawa terbahak. Ketawa dapat membuat tubuh terasa hangat, meskipun itu
membuat perut terasa
keroncongan. Tapi perut tetap mendapat tawaran makanan dari pendaki lainnya.
Ada yang membawa makanan khas asal derah mereka dan ada pula yang membawa bekal
yang dibuat oleh keluarga masing-masing. Pokoknya, meski lelah dijamin anda
tetap merasa riang.
Di pertengahan perjalanan menuju pos dua,
kita juga akan banyak berpapasan
dengan pendaki yang turun
gunung. Sesekali mereka menyapa sambil memberi kata “semangat”.
Waktu menujukkan pukul 13.00 wita lebih, kami pun sampai di pos dua. Nah, di pos dua kita dapat beristirahat kembali sambil menunaikan shalat zuhur. Di pos dua juga kita bisa menambah persiapan air minum. Di sana terdapat sumber mata air. Tapi anda harus rela mengantre dengan pendaki lainnya. Di pos dua juga anda dapat beristirahat, merebah tubuh pada bangunan yang sudah disiapkan sambil menghirup udara segar. Bagi anda yang ingin menambah setamina, di pos dua lah tempat yang tepat untuk sekedar merebus mi intan, minum kopi atau memakan makanan berat lainnya.
Sembari beristirahat, di
pos dua kami
melihat pemandangan berbeda. Namun kali ini bukan pemandangan dari alam. Wajan dan
sendok penggorengan beradu sehingga
menimbulkan suara yang menarik perhatian
siapa saja. Ternyata, suara itu datang dari aktifitas para Porter Gunung
Rinjani. Mereka sedang sibuk memasak untuk tamu-tamunya. Tamu didominasi oleh tamu mancanegara / bule.
Masakan ala barat disertai daging dan buah dengan penataan menarik di atas
piring, mampu disajikan dengan sempurana oleh sang porter. Mereka biasa dibayar Rp. 175 – 200 ribu per
malam untuk membawa seluruh kebutuhan makanan dan perlengkapan mendaki tamu. Jumlah uang yang
lumayan banyak.
Setiap tamu bisa menginap hingga satu minggu di Gunung Rinjani. Namun tentu ini bukan pekerjaan mudah. Pasalanya, beban yang mereka bawa cukup banyak. Satu tabung gas seberat 3 kg, kompor, beras, bahan makanan, serta perlengkapan mendaki lainnya harus mereka pikul di pundaknya menggunakan keranjang yang sudah ditata sekian ruap. Total beban yang biasa mereka pikul yakni 30-50 kg.
Setiap tamu bisa menginap hingga satu minggu di Gunung Rinjani. Namun tentu ini bukan pekerjaan mudah. Pasalanya, beban yang mereka bawa cukup banyak. Satu tabung gas seberat 3 kg, kompor, beras, bahan makanan, serta perlengkapan mendaki lainnya harus mereka pikul di pundaknya menggunakan keranjang yang sudah ditata sekian ruap. Total beban yang biasa mereka pikul yakni 30-50 kg.
Beberapa Porter sedang berada di perjalanan menuju Puncak Rinjani sembari membawa barang tamu |
“Hanya anak-anak saya yang mampu membangkitkan semangat saya,”
kata Hirman, salah satu Porter.
Ia juga bercerita, memang hasil yang didapatkan
dari pekerjaannya itu cukup besar. Dalam sebulan ia bisa mengantongi uang
minimal Rp 4 juta. Tapi tak jarang teman-teman seprofesinya harus terpapar di
rumah sakit dan muntah darah. “Inilah resiko pekerjaan kami,” pungkasnya.
Bersama teman-temannya, Hirman
pun melanjutkan perjalanan. Dengan kaki lincah ia melibas jalur terjal yang
terhampar di depan mata. Saat para traveler kelelahan di perjalanan, justru
para porter itu berlari menaiki gunung.
Tak mau kalah dengan
porter-porter tangguh tersebut, kami pun ikut bergegas dan melanjutkan
perjalanan. Sekitar lima ratus meter dari pos dua, bunga edlweis atau lebih
dikenal dengan bunga abadi, sudah mulai terhampar menghilangkan rasa lelah.
Petualang sejati adalah mereka yang menikmati dan mencintai alam. Oleh sebab itu, adalah hal wajib bagi setiap pendaki untuk menjaga alam, seperti tidak memetik bunga abadi tersebut. Di Gunung Rinjani, bunga edlweis merupakan salah satu tumbuhan yang dilindungi. Jadi jangan petik sembarangan, ok!
Petualang sejati adalah mereka yang menikmati dan mencintai alam. Oleh sebab itu, adalah hal wajib bagi setiap pendaki untuk menjaga alam, seperti tidak memetik bunga abadi tersebut. Di Gunung Rinjani, bunga edlweis merupakan salah satu tumbuhan yang dilindungi. Jadi jangan petik sembarangan, ok!
Setelah perjalanan yang cukup
melelahkan, akhirnya kami tiba di pos tiga dengan ketinggian 1.800 Mdpl. Kami
sarankan, jika anda sampai di pos tiga, maka anda harus berisirahat. Tambah
persiapan air pada mata air yang tak jauh dari persingggahan. Makan makanan
yang bisa mengenyangkan dan menambah energi. Pasalnya, dari pos tiga hingga Pelawangan,
kita akan disuguhkan jalur yang sangat terjal. Jalur inilah yang sering disebut
Bukit Penyesalan. Julukan itu memang pantas disematkan untuk jalur itu. Anda
harus datang langsung dan merasakan betapa menantangnya jalur itu. Di pos tiga
ini pula, banya pendaki yang lebih memilih bangun tenda, mempersiapkan tenaga
super guna menaklukkan Bukit Penyesalan. Dikatakan bukit penyiksaan karena anda
harus melewati sembilan bukit dengn jalur terjal dan ekstrim.
Meski demikian, kami satu tim
sepakat untuk melanjutkan perjalanan menuju Pelawangan. Keputusan itu kami
ambil karena waktu dan tenaga masih mendukung. Dan sekitar pukul 14.20 wita,
kami mulai bernajak dari dari pos tiga untuk melanjutkan perjalanan. Dan benar
saja, jalur terjal sudah mulai tampak soalah menantang kami untuk
menaklukkannya. Belum sampai 100 meter, kami kembali mencari tempat aman untuk
beristirahat. Sementara porter-poter tangguh itu sesekali menyapa sembari
mengajak kami untuk melanjutkan perjalanan. Kami pun tak mau larut dalam istirahat,
Bukit Penyesalan itu kempali kami lawan. Namun tak lama tenaga kami kembali
lesu. Ia benar, kami kembali beristirahat. Mungkin anda sedikit tersenyum dan
menganggap kami berlebihan saat membaca artikel ini. Namun itulah keadaan
sebenarnya di lokasi.
Menghisap madu guna menambah setamina, kami kembali melanjutkan perjalanan. Debu, jalur terjal dan licin, ilalang dan ranting pohon yang rapuh seolah tidak mendukung niat kami untuk menaklukkan Bukit Penyesalan itu. Kami tak mau kehilangan akal, di sana kami mulai memanfaatkan fungsi tim untuk saling menuntun.
Menghisap madu guna menambah setamina, kami kembali melanjutkan perjalanan. Debu, jalur terjal dan licin, ilalang dan ranting pohon yang rapuh seolah tidak mendukung niat kami untuk menaklukkan Bukit Penyesalan itu. Kami tak mau kehilangan akal, di sana kami mulai memanfaatkan fungsi tim untuk saling menuntun.
Di jalur ini seolah tak ada
orang tangguh, pendaki mancanegara yang dikenal kuat pun keok di perjalanan.
Maka tak jarang kita menemukan para pendaki melepas lelah dengan cara berbaring
di tengah jalan. Sementara udara dingin terus meningkatkan suhunya. Dan
kejadian yang tak diharapkan kami temui. Hujan lebat menerjang para pendaki
yang sudah mulai kelelahan. Di sana lah sempat terlontar di benak kami sebuah
penyesalan mendaki gunung berapi yang sering menyemburkan abu vulkaniknya itu.
Tak ada tempat berteduh selain terus menantang jalur. Hamparan pohon cemara tak
mampu melindung kami dari terpaan air hujan. Tapi kami beruntung, hujan tak
berlangsung lama. Namun itu sudah pun mampu membuat bibir kami biru dan gemetar
kedinginan.
Dari pos tiga, kami tak dapat
menghitung seberapa banyak waktu yang kami buang untuk beristirahat sepanjang jalan.
yang jelas, pada pukul 16.00 wita kami baru melewati 5 bukit dan masih jauh
dari Pelawangan. Tak ada pilihan selain melawan lelah dan terus melanjutkan
perjalanan. Sesekali kami menoleh ke belakang sambil menikmati pemandangan
lepas menuju jalan yang sudah kami tapaki. Indah memang indah, pemandangannya
mampu mereda lelah.
Setelah melewati perjalanan panjang,
akhirnya pukul 18.15 wita kami tiba di Pelawangan. Pelawangan atau Lawang yang
dalam bahasa Indonesia berarti pintu masuk. Pelawangan dengan ketinggian 2.708 Mdpl
itu merupakan dataran cukup luas untuk membangun tenda. Pelawangan juga bisa
dikatakan sebagai pos terakhir. Dari Pelawangan kita bisa melepas lelah,
menikmati pesona Gunung Rinjani. Dari Pelawanan juga kita dapat melihat Segara
Anak dan Gunung Baru Jari dengan jelas.
Selanjutnya, saat di Pelawangan
kita bisa memilih dua pilihan, yakni pergi ke Segara Anak dengan jalur menurun
atau mendaki menuju puncak gunung tertinggi ke tiga di Indonesa itu. Dan
kami memilih untuk mendaki puncak Rinjani lalu ke Segara Anak. Namun tentu kita
harus membangun tenda terlebih dahulu. Sebab, untuk mencapai keduanya perlu
waktu berjam-jam disertai fisik yang bugar. Tapi tenang, di sana kita tidak
perlu khawatir akan kekurangan air, sebab di Pelawangan terdapat pancuran air
gunung super segar.
Setelah membangun tenda, Tim Pena Rinjani mulai memasak nasi dan lauk. Nasi, kopi dan makanan ringan lainnya disantap bersama dengan rasa kekeluagaan. Malam semakin larut, kami pun mengambil tempat tidur. Tidur terasa sangat nikmat saat tubuh memberontak kelelahan.
Karena terlalu nyenyak, tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 01.00 wita. Ini adalah wktu yang tepat untuk memulai perjalanan ke Puncak (summit attack). Kami pun kembali mempersiapkan diri. Perjalanan menuju puncak tidak perlu membawa apa pun kecuali air minum, sedikit snack dan senter atau alat penerang sejenisnya. Sementara barang-barang ditinggalkan di dalam tenda. Tapi ingat, tenda harus di tutup rapat, karena monyet di Pelawangan tergolong banyak. Tak jarang rombongan monyet tersebut mengambil barang-barang dan makanan pengunjung.
Setelah merasa siap, perjalanan menuju Puncak pun kami mulai bersama puluhan pendaki lainnya. Ya, di sini lah puncak tantangan Gunung Rinjani. Perjalanan dari Pelawangan mulai dihadapkan pada tanjakan-tanjakan yang curam dan berdebu. Medan menuju Puncak yakni berupa pasir, batu dan tanah. Nafas terasa sesak saat kita menemukan jalur dengan kemiringan 70 derajat disertai debu yang terus masuk ke hidung.
Di tengah perjalanan beberapa pendaki lainnya tak kuat dan terpaksa kembali ke Pelawangan. Ada juga yang keram, menangis bahkan muntah karena kelelahan. Sungguh, perjalanan menuju Puncak tak pernah terbayang di benak kami akan seperti itu. Namun semua rasa lelah kami terbayar saat kami tiba di Puncak Gunung Rinjani 3.726 Mdpl pada pukul 05.50 wita. Waktu tempuh yang sangat panjanag untuk pemandangan yang sempurna. Fajar di pagi itu seolah menyematkan kami sebagai traveler sejati.
Tim Pena Rinjani mengabadikan momen di Puncak Rinjani 3.726 Mdpl |
Setelah kami tiba di Pelawangan, perjalanan kami lanjutkan turun ke Danau Segara Anak. Dari Pelawangan ke Segara Anak berjarak sekitar 3 km dan bisa ditempuh sekitar dua jam. Di Danau Segara Anak waktu terasa sengakat, sebab terdapat keasikan sendiri. Bagi anda pencinta mancing, Danau Segara Anak adalah spot yang tepat. Di sana dipenuhi oleh ikan-ikan jenis carper dan mujair dengan ukuran cukup besar. Anda bisa membakar ikan bersama teman-teman sambil minum kopi di pinggir danau.
Beberapa pengunjung sedang memancing sembari minum kopi, menikmati sore di pinggir Danau Segara Anak |
Selain itu, tak jauh dari Danau, kita bisa melihat beberapa gua seperti Gua Susu dan gua lainnya. Ada juga sumber mata air belerang. Mata air ini dikenal mistis dan biasa digunakan masyarakat Sasak untuk mencuci senjata-senjata pusaka. Selain itu terdapat pemandian Air Kalak, membentuk kolam-kolam kecil yang mempunyai suhu panas yang berbeda-beda. Jika kita ingin berendam, tinggal pilih. Tak hanya berfungsi sekedar menyegarkan badan, Air Kalak juga menjadi tujuan untuk berobat. Seperti obat kulit, membersihkan badan dari ilmu jahat dan fungsi mistis lainnya. Tapi itu kembali kepada kepercyaan masing-masing.
Itulah pesona wisata Gunung Rinjani. Banyak orang mengatakan, anda belum sah menjadi petualang sejati sebelum menginjakkan kaki di Gunung Rinjani. Namun demikian, masih banyak infrastruktur yang perlu dibenahi oleh pemerintah, jika Rinjani ingin selalu dikenal abadi. Kesadaran pengunjung untuk tidak merusak alam,tidak membuang sampah sembarang dan menjaga fasilitas umum juga harus ditingkatkan. Akhirnya, setelah menempuh perjalanan selama empat hari, Tim Pena Rinjani berasil menaklukkan Gunung Rinjani dan kembali dengan selamat. Lalau anda kapan?
AHMAD YANI