Pena
Rinjani - Pagi itu, Rabu, 4 Oktober 2017,
Zulhermawan (28), salah seorang warga Dasan Gedang, Desa Denggen Timur, Kecamatan
selong, Lombok Timur, berangkat dari rumahnya menuju Gawah Aik Nyet, Sambelia,
Lombok Timur. Pria yang akrab dipanggil Awan itu menuju Gawah Aik Nyet untuk
menangkap burung. Selain hobi, itu juga sebagai manta pencahariannya.
Sekitar pukul sembilan pagi, ia bersama satu
temannya tiba di Gawah Aik Nyet, memasang perangkap untuk menangkap burung yang
biasa ia jual seharga ratusan ribu. Benar saja, hari itu Awan mendapat burung
dengan taksiran harga delapan ratus ribu. Tentu hatinya sangat senang.
Matahari menjulang semakin tinggi, bersama itu pula waktu zuhur sudah tiba. Waktunya untuk pulang. Sebagai muslim yang taat, ayah bertubuh jangkung itu menunaikan solat zuhur di tengah hutan belantara Sambelia. Sementara temannya, ia suruh berangkat keluar hutan duluan.
Setelah selesai menunaikan solat zuhur, Awan duduk bersila
sembari membuka bekal berupa nasi bungkus yang ia bawa dari rumah. Belum sempat
makan, tiba-tiba datang seekor babi dari arah belakannya. Tanpa disadari, babi
bertubuh gempal itu langsung menyeruduk punggung awan. Dengan sigap ia
mengambil pisau dan langsung menebas babi itu tepat pada lehernya. Tak lama
kemudian, dua ekor babi lainnya datang dan menyerang awan. Akhirnya ia berlari
untuk melindungi diri menuju pinggir tebing. Namun sayang, tanah tempat kakinya
berpijak itu terhempas dan ia pun langsung jatuh menuju tebing setinggi 4
meter. Kepalanya terbentur oleh batu pada dinding tebing dengan kaki kiri mendarat
pertama. Setelah kejadian itu dia pingsan tidak tersadarkan diri.
Matahari mulai tenggelam (magrib), bapak satu anak
itu mulai terbangun dan menyadari keningnya terluka, muka bersimbah darah. Pada
saat mau berdiri, ia tak bisa sebab kaki kirinya memar hingga tidak bisa
berjalan. Lalu Awan memutuskan untuk menginap di tempat kejadian itu.
Waktu terus belalu sampai terbit matahari (hari ke
dua), kakinya masih belum bisa diajak kompromi. Ia mendengar suara air terjun
lalu mencari keberadaan mata air itu dengan cara ngesot. Sembari menahan rasa
sakit, tak terhitung berapa kali ia istirahat menuju air terjun yang jaraknya
sekitar satu kilo dari kejadian itu. Setelah 12 jam kemudian, saat matahari
mulai tenggelam, ia menemukan air terjun itu dan minum sepuasnya. Tak mau
mengambil resiko di kegelapan malam, ia kembali menginap di pinggiran air
terjun.
Hari ke tiga,
masih dengan cara ngesot, ia coba memanjat tebing menuju puncak bukit terdekat.
Di tengah tebing, tenaganya kembali hilang dengan perut yang semakin keroncongan.
Awan memberanikan diri makan rumput dan ilalang. Tak hanya itu, ia juga memakan
pasir. Meski mencoba memakan pasir beberapa kali namun tetap tak bisa melewati kerongkongannya.
Ia pun kehabisan akal dan kembali menginap di pertengahan tebing.
Matahari kembali terbit (hari ke empat), ia
kembali melanjutkan perjalanan menuju puncak bukit. Setelah mengeluarkan tenaga
ekstra, ia pun sampai pada punca bukit. Di sana ia menemukan satu buah pepaya
dan memakannya. Di tempat itu ia sudah kehabisan tenaga dan pasrah. Tak ada
daya untuk melanjutkan perjalanan. Selama dua hari, Awan menghabiskan waktunya
tanpa air dan makanan di puncak bukit. Sementara telpon genggamnya sudah tidak
bisa digunakan lagi karena daya batrenya sudah habis.
Hingga pada hari ke enam, masih dengan keadaan kaki yang
tidak bisa berjalan, ia kembali memaksakan tubuh lemasnya mencari pertolongan. Akhirnya
Awan menemukan beberapa orang yang sedang berkebun di tempat itu dan langsung
meminta air minum. Dengan sigap, orang-orang tersebut memberi minum dan
langsung menggendong awan menuju pemukiman penduduk yang tak jauh dari
tempat itu. Setelah diberi makan dan minum, dengan besar hati para pekebun
tersebut mengantar Awan pulang ke rumahnya. Ia pun disambut haru dan air mata oleh
istri, keluarga dan tetangganya.
“Saya sudah tobat, tidak akan pergi menangkap burung
lagi. Lebih baik saya cari uang dengan memancing ikan,” kata Awan menutup ceritanya
pada tim Pena Rinjani, Senin, 9 Oktober 2017.
Sebelumnya, Tim SAR dan BPBD Lombok Timur beserta Polmas,
dibantu warga setempat masuk hutan untuk mencari Awan.
AHMAD
YANI